riautama.com, Rohil - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau tengah menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi dalam pembelian lahan sawit fiktif senilai Rp46,2 miliar yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Sarana Pembangunan Rokan Hilir (Perseroda). Pembayaran lahan dilakukan dalam tiga tahap, yakni Rp10 miliar secara tunai, Rp20 miliar melalui transfer bank, dan Rp16,2 miliar juga melalui transfer bank.
Uang pembayaran tersebut disebut telah diterima oleh seseorang bernama Zulkifli, yang mengaku sebagai pemilik lahan. Namun, berdasarkan informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, lahan tersebut diduga fiktif dan tidak dapat diverifikasi keberadaannya di lapangan.
Persetujuan dan pencairan dana dilakukan oleh jajaran direksi perusahaan. Direktur Utama PT Sarana Pembangunan Rokan Hilir, Rahman, disebut menyetujui pembayaran tersebut. Sementara itu, Direktur Keuangan, Mahendra Fakhri, mencairkan dana, dan Bendahara, Sundari, menandatangani pelunasan pembayaran pada (6/1/25).
Dugaan penyimpangan ini berpotensi melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Pasal tersebut menyatakan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara dapat dipidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Sayangnya hingga Selasa (2/7/25), Kejati Riau belum memberikan pernyataan resmi terkait perkembangan penyidikan kasus ini. Status hukum para pihak yang terlibat pun belum diketahui secara pasti, meskipun sejumlah orang telah dipanggil untuk dimintai keterangan.
Kasus ini mendapat sorotan publik yang luas. Masyarakat menuntut transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah, terlebih karena dana yang digunakan bersumber dari keuangan negara melalui perusahaan milik daerah.
Publik mendesak Kejati Riau untuk bersikap tegas dan tidak tebang pilih dalam menuntaskan perkara ini guna menjaga kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum.**IF
Social Footer