Tanggamus - Riautama.Com
Komitmen untuk menegakkan tata kelola pemerintahan desa yang bersih dan akuntabel terus diperkuat oleh Lembaga Pengawasan Aset dan Keuangan Negara Republik Indonesia (LPAKN RI) PROJAMIN.
Bertempat di Kantor Kecamatan Pugung, lembaga ini secara resmi menyerahkan surat permohonan klarifikasi kepada Pemerintah Kecamatan Pugung, terkait dugaan penyimpangan Dana Desa (DD) dan Dana Insentif Tambahan (DIT) pada Pekon Sumanda, Tahun Anggaran 2024.
Ketua LPAKN RI PROJAMIN, Helmi, menegaskan bahwa langkah ini bukan hanya sekadar bentuk kontrol sosial, tetapi juga bagian dari misi penegakan supremasi hukum di Kabupaten Tanggamus.
“Setiap rupiah dari keuangan negara yang dikelola di desa harus dapat dipertanggungjawabkan secara administratif, moral, dan hukum. Jika ditemukan pelanggaran, maka wajib diproses sesuai ketentuan Undang-Undang,” ujar Helmi tegas.
Sementara Kepala Pekon Sumanda, Muhidin, secara terbuka mengakui terjadinya penyimpangan dalam realisasi beberapa program yang dibiayai dari dana desa dan dana insentif.
“Untuk program bedah rumah yang direncanakan dua unit, hanya terealisasi satu unit. Itu karena perubahan di anggaran. Saya akui salah. Begitu juga paving block dan gorong-gorong—belum kami bangun, meski material sudah ada. Itu tanggung jawab saya,” ungkap Muhidin di sela sela pertemuan di kantor kecamatan setempat
Pernyataan ini menjadi fakta pengakuan langsung, yang menurut Helmi, harus diproses secara hukum agar ada efek jera dan pembelajaran bagi seluruh kepala desa lainnya.
Landasan Hukum: UU Desa dan UU Tipikor Jadi Payung Tindakan Hukum
Dalam konteks penyimpangan pengelolaan Dana Desa, beberapa regulasi penting menjadi dasar penegakan hukum, antara lain:
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya Pasal 26 ayat (4) huruf c, yang menyatakan bahwa kepala desa berkewajiban melaksanakan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, termasuk akuntabilitas.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terutama Pasal 3 dan Pasal 8, yang mengatur ancaman pidana bagi setiap pejabat publik yang menyalahgunakan kewenangannya hingga merugikan keuangan negara.
“Ketika seorang kepala pekon secara sadar mengakui telah menyalahgunakan atau tidak melaksanakan anggaran sesuai peruntukan, maka itu bukan hanya persoalan etika, tetapi sudah masuk dalam wilayah hukum pidana,” tegas Helmi.
Ahmad Yani, selaku Camat Pugung, menyambut baik inisiatif LPAKN RI PROJAMIN dan menyatakan siap menindaklanjuti sesuai prosedur yang berlaku.
“Kami akan segera memproses ini sesuai dengan mekanisme dan kewenangan kami. Terima kasih atas kepedulian dan keberanian dari LPAKN RI PROJAMIN dalam mengawal integritas keuangan desa,” kata Ahmad Yani.
LPAKN RI PROJAMIN: Mendorong Supremasi Hukum sebagai Pilar Keadilan Desa
Helmi menambahkan, jika pengakuan ini tidak ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum (APH), maka akan ada preseden buruk bagi pengelolaan dana desa di wilayah lain.
“Kami akan menyampaikan laporan ini juga ke APH, baik di tingkat kabupaten maupun provinsi, agar supremasi hukum benar-benar ditegakkan. Transparansi dan akuntabilitas bukan jargon, tapi komitmen nyata yang harus dibuktikan,” tegasnya.
Dengan total Dana Desa dan Dana Insentif yang setiap tahun mencapai miliaran rupiah per pekon, LPAKN RI PROJAMIN mendorong agar pengawasan publik dan penegakan hukum tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga menyentuh aspek pidana bila terbukti ada kerugian negara.
Langkah tegas dan terukur dari lembaga seperti LPAKN RI PROJAMIN diharapkan menjadi peringatan dini bagi seluruh kepala desa di Tanggamus dan sekitarnya: Dana desa adalah amanah, bukan kekuasaan. Siapa pun yang menyalahgunakan, harus bertanggung jawab di hadapan hukum dan rakyat.(Helmi)
Social Footer